Gen Z dan Merek: Pilih yang Populer, yang Personal, atau yang Bikin Jatuh Cinta?
Gen Z dan Merek: Pilih yang Populer, yang Personal, atau yang Bikin Jatuh Cinta? Gen Z ini unik. Mereka bukan tipe yang gampang kepincut iklan TV kayak generasi sebelumnya. Iklan parfum dengan pria berdasi yang naik kuda? Meh. Iklan mi instan dengan tagline “selalu di hati”? Mungkin, tapi harus relatable. Buat mereka, branding itu bukan cuma soal logo keren atau tagline catchy, tapi soal rasa koneksi—seolah-olah brand itu punya kepribadian dan bisa diajak ngobrol. Makanya, kalau kita bicara branding, ada dua jalur utama: mass branding yang menyasar semua orang, dan niche branding yang lebih spesifik dan eksklusif. Pertanyaannya, di zaman sekarang, mana yang lebih efektif? Dan lebih penting lagi, mana yang lebih cuan? Mass Branding: Merek Pasaran yang Main di Skala Besar Mass branding ini ibarat warung tegal—siapa aja bisa mampir, menunya banyak, harganya terjangkau. Strategi ini sering dipakai oleh merek-merek besar yang pengen produknya ada di mana-mana, dari mal mewah sampai warung pinggir jalan. Contohnya? Coca-Cola, McDonald’s, Unilever. Mereka nggak peduli kamu anak sultan atau sobat hemat, semua bisa jadi target. Tapi ada satu masalah: di mata Gen Z yang suka autentisitas, mass branding bisa terasa terlalu generik. Kalau brand-nya nggak punya cerita yang kuat, kesannya jadi kayak “brand biasa” yang nggak ada jiwa. Ini tantangan besar, karena sekarang orang lebih suka sesuatu yang terasa lebih personal dan punya nilai yang lebih dari sekadar jualan. Niche Branding: Eksklusif, Tapi Punya Fanbase Loyal Nah, kalau mass branding itu kayak warteg, niche branding lebih kayak kedai kopi artisan yang cuma buka di jam tertentu dan pake biji kopi yang namanya ribet. Targetnya jelas: orang-orang yang punya kebutuhan spesifik dan nggak keberatan bayar lebih demi pengalaman yang lebih personal. Contohnya, Sensatia Botanica yang fokus ke skincare berbahan alami. Mereka tahu banget kalau konsumennya bukan cuma nyari pelembap, tapi juga kepedulian terhadap lingkungan. Atau Burgreens, yang menjual makanan nabati buat orang-orang yang peduli kesehatan dan keberlanjutan. Konsumen mereka nggak banyak, tapi loyalnya luar biasa. Keunggulan niche branding? Mereka bisa membangun komunitas yang solid, karena konsumennya merasa jadi bagian dari “keluarga” yang punya visi dan nilai yang sama. Tapi, butuh waktu dan usaha ekstra buat bisa berkembang. Gen Z: Konsumen yang Gampang Bosan, Tapi Setia Kalau Udah Nyaman Kenapa Gen Z itu krusial buat strategi branding? Karena mereka nggak asal beli, tapi benar-benar mikirin brand mana yang pantas mereka dukung. Beberapa alasan kenapa mereka susah-susah gampang buat ditaklukkan: Mereka lebih percaya komunitas daripada iklan. 51% Gen Z lebih suka brand yang punya komunitas aktif di media sosial. Mereka peduli sama nilai dan dampak sosial. Sustainability, kesehatan mental, inklusivitas—semua ini bisa jadi faktor penentu loyalitas mereka. Mereka lebih gampang terpengaruh influencer daripada billboard di jalan. Rekomendasi dari kreator konten lebih dipercaya dibanding iklan tradisional. Jadi, buat brand yang mau menggaet Gen Z, jangan cuma jual produk, tapi bangun hubungan. Strategi Hybrid: Gabungan Mass dan Niche yang Bisa Jadi Solusi Beberapa brand sudah mulai menerapkan strategi hybrid, alias gabungan mass dan niche branding. Adidas, misalnya, tetap jadi brand global, tapi juga membangun koneksi lebih dalam dengan komunitas olahraga tertentu lewat kolaborasi dengan atlet dan kreator konten. Gimana cara mengadopsi strategi ini? Storytelling yang kuat – Jangan cuma jual barang, tapi kasih cerita yang relate sama audiens. Bangun komunitas – Manfaatkan media sosial, forum, atau event buat bikin konsumen merasa jadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Jaga keseimbangan – Merek tetap bisa menjangkau khalayak luas tanpa kehilangan keunikannya. Mau pilih mass branding atau niche branding? Jawabannya: tergantung brand kamu mau jadi apa. Kalau mau jadi brand besar yang menjangkau banyak orang, mass branding bisa jadi pilihan. Tapi kalau mau lebih eksklusif dan punya komunitas yang loyal, niche branding lebih cocok. Yang jelas, di era Gen Z ini, branding nggak bisa sekadar jualan. Harus ada cerita, komunitas, dan koneksi yang bikin konsumen merasa bahwa mereka bukan sekadar pembeli, tapi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Jadi, sudah siap membangun branding yang bikin Gen Z jatuh cinta? Artikel, Digital Marketing Gen Z dan Merek: Pilih yang Populer, yang Personal, atau yang Bikin Jatuh Cinta? 25 March 2025 Work Inosport Apparel Social Media Management 19 March 2025
Gen Z dan Merek: Pilih yang Populer, yang Personal, atau yang Bikin Jatuh Cinta? Read More »